Kerajaan Islam di Sumatera

Kerajaan Islam di Sumatera – Jauh sebelum Indonesia merdeka, berdirilah kerajaan-kerajaan yang tersebar di berbagai daerah di Nusantara. Kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara ini ada yang bercorak Hindu, Hindu-Buddha, Budha dan Islam.

Sejarah Islam di Indonesia salah satunya berawal dari saudagar-saudagar muslim yang umumnya berasal dari Timur Tengah dimana pada awalnya mereka datang ke Nusantara untuk berdagang.

Namun seiring berjalannya waktu, saudagar-saudagar muslim ini selain berdagang, mereka juga menyebarkan ajaran yang mereka anut hingga banyak masyarakat yang kala itu tidak mengenal Islam pada akhirnya tertarik untuk belajar tentang ajaran yang dibawa dan dianut oleh mereka.

Sejarah 4 Kerajaan Islam di Sumatera

Dari sekian banyak saudagar muslim yang menetap di Nusantara, beberapa diantaranya ada yang menikah dengan orang pribumi dan putri keturunan raja di wilayah mereka tinggal.

Berawal dari situ, berdirilah beberapa kerajaan-kerajaan Islam yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, seperti misalnya di Pulau Sumatera.

Beberapa kerajaan yang akan kami bahas disini merupakan kerajaan-kerajaan Islam yang pernah berjaya di Indonesia, tepatnya yang berada di Sumatera.

Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera yang dimaksud adalah Kerajaan Perlak, Kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Malaka dan Kerajaan Aceh Darussalam.

1. Kerajaan Perlak

Kerajaan Islam di Sumatera
Sumber Gambar: i.ytimg.com

Perlak merupakan sebuah wilayah yang berada di Aceh Timur dimana wilayah ini dahulu banyak ditumbuhi oleh kayu perlak. Kayu perlak merupakan jenis kayu yang sangat bagus untuk pembuatan kapal.

Dengan adanya kayu tersebut menjadikan wilayah ini banyak dikunjungi oleh orang luar yang berniat untuk membelinya. Sebagai salah satu pelabuhan yang maju pada abad ke-8 masehi, Perlak menjadi tempat singgah untuk kapal-kapal dari Arab dan Persia.

Seiring berjalannya waktu, maka terbentuk dan berkembanglah masyarakat Islam yang diawali dan didominasi oleh perkawinan antar saudara muslim dan perempuan pribumi.

Sejarah Singkat Berdirinya Kerajaan Perlak

Perkawinan ini melahirkan keturunan-keturunan muslim dari percampuran antara darah Arab, Persia, dengan para putri-putri yang berasal dari Perlak.

Kerajaan Perlak berdiri pada hari Selasa, 1 Muharram 225 H/840 M, dimana yang menjadi raja pertamanya adalah Sultan Marhum ‘Alauudin Sayyid Maulana ‘Abdul ‘Aziz Syah Zhillullah fil ‘Alam.

Pada saat itu, ibukota daripada kerajaan ini langsung berubah dari Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah. Salah satu alasan mengapa diganti adalah untuk mengenang jasa nahkoda khalifah yang kala itu sudah membudayakan Islam terhadap masyarakat Asia Tenggara yang dimulai dari Perlak.

Sultan-Sultan Kerajaan Perlak

Sementara itu, terdapat 3 sultan yang pernah memimpin Kerajaan Perlak, yaitu:

  1. Sultan Marhum ‘Alauudin Sayyid Maulana ‘Abdul ‘Aziz Syah Zhillullah fil ‘Alam (225-249 H/840-864 M).
  2. Sultan ‘Alauddin Sayyid Maulana ‘Abdurrahim Syah Zhillullah fil ‘Alam (249-285 H/864-888 M).
  3. Sultan Marhum ‘Alauddin Sayyid Maulana ‘Abbas Syah Zhillullah fil ‘Alam (285-300 H/888-913 M).

Adapun masa pemerintahan ketiga sultan diatas disebut pemerintahan Dinasti Sayyid Maulana ‘Abdul ‘Aziz Syah, dimana pada masa pemerintahannya (aliran Syi’ah), aliran ahlus Sunnah wal Jamaah mulai berkembang di tengah-tengah masyarakat dan hal ini tidak disukai oleh Syi’ah.

Hingga pada akhir pemerintahan sultan ke-3 terjadilah perang saudara antara kedua golongan tersebut yang mengakibatkan kematian sultan sampai pada akhirnya selama 2 tahun Kerajaan Perlak tidak memiliki sultan.

Pada tahun 302-305 H/915-918 M, Sayyid ‘Ali Mughayat Syah Zhillullah fil ‘Alam diangkat menjadi sultan. Sekitar 3 tahun, tepatnya di akhir masa pemerintahannya, terjadi kembali perselisihan antara dua golongan hingga mengakibatkan peperangan.

Peperangan ini pada akhirnya dimenangkan oleh pihak ahlus Sunnah wal Jama’ah sehingga sultan selanjutnya yang diangkat untuk memerintah Perlak diambil dari golongan itu yaitu berasal dari keturunan Meurah Perlak asli (syahir Nuwi).

Adapun sultan selanjutnya yang memerintah di Kerajaan Perlak adalah:

  • Sultan Marhum ‘Alauddin ‘ Malik Abdul Qadir Syah Johan Berdaulat (306-310 H/928-932 M).
  • Sultan Marhum ‘Alauddin ‘ Malik Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat (310-334 H/932-956 M).
  • Sultan Marhum ‘Alauddin ‘Abdul Malik Syah Johan Berdaulat (334-362 H/956-983 M).

Tepat di akhir pemerintahan Sultan Abdul Malik (sultan ke-3), terjadi kembali peperangan diantara kedua aliran. Peperangan ini terjadi dalam kurun waktu 4 tahun hingga pada akhirnya diakhiri dengan perdamaian yaitu dengan membagi wilayah kerajaan menjadi 2 bagian.

Pembagian 2 wilayah ini diberi nama Perlak pedalaman untuk golongan ahlus Sunnah wal Jama’ah dan Perlak pesisir untuk golongan Syi’ah.

Sementara itu, Sultan Marhum ‘Alauddin ‘Abdul Malik Syah Johan Berdaulat (662-692 H/1263-1292 M) adalah raja/sultan terakhir dari Kerajaan Perlak.

Setelah sultan wafat, Kerajaan Perlak kemudian disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al-Zahir putera Al Malik Al-Saleh.

2. Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Islam di Sumatera
Sumber Gambar: www.artisanalbistro.com

Terdapat 2 sumber yang menjelaskan mengenai Kerajaan Samudera Pasai, berikut akan kami jelaskan dengan singkat dan jelas.

Sumber ke-1

Sumber yang pertama mengatakan bahwa Kerajaan Samudera Pasai berdiri pada tahun 433 H/1024 M, dimana pendirinya adalah Meurah Khair yang sebelumnya telah menjadi seorang raja dengan gelar Maharaja Mahmud Syah. Maharaja Mahmud Syah memerintah sampai tahun 470 H/1078 M.

Sepeninggal beliau, pemerintahannya dilanjutkan oleh:

  • Maharaja Mansur Syah, yang berkuasa pada tahun 470-527 H/1078-1133 M.
  • Maharaja Ghiyasyuddin Syah. Beliau merupakan cucu dari Meurah Khair.  memerintah pada tahun 527-550 H/1133-1155 M.
  • Maharaja Nuruddin atau Meurah Noe atau Tengku Samudra atau lebih dikenal dengan nama Sultan Al-Kamil, memerintah pada tahun 550-607 H/1155-1210 M.

Sultan Al-Kamil merupakan sultan terakhir dari keturunan Meurah Khair karena setelah kewafatannya, kerajaan Islam di Sumatera menjadi rebutan para pembesar, hal ini karena tidak lagi mempunyai keturunan.

Dalam kurun waktu 50 tahun, Samudera Pasai berada dalam konflik hingga pada akhirnya Meurah Silu mengambil kekuasaan di kerajaan tersebut.

Dasar rujukan berasal dari dinastinya yang sudah memerintah Kerajaan perlak lebih dari 200 tahun hingga kemudian disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai di masa Sultan Muhammad Al-Zahir (1289-1326 M).

Sumber ke-2

Berbeda dengan sumber pertama, sumber kedua berasal dari berita dari Cina dan catatan Ibnu Batuttah yaitu seorang pengembara dari Maroko yang menyebutkan bawa Kerajaan Samudera Pasai berdiri pada tahun 1282 M dimana pendirinya adalah Al-Malik Al-Saleh.

Pada saat itu beliau mengirim utusan ke Quilon yang terletak di pantai barat India. Disana beliau bertemu dengan para duta dari Cina. Diantara beberapa duta ini, terdapat beberapa duta yang dikirim yaitu Husein dan Sulaiman (nama-nama muslim).

Selain itu, pada saat Marcopolo mengunjungi Sumatra, tepatnya di tahun 1346 M, menyebutkan bahwa di tempat yang ia kunjungi, Islam sudah sekitar 1 abad disiarkan dengan mazhab yang diikuti adalah mazhab Syafi’i.

Waktu itu, Samudera Pasai menjadi pusat belajar agama Islam dan dijadikan sebagai tempat berkumpulnya para ulama dari berbagai negeri untuk membicarakan masalah keagamaan dan masalah keduniaan.

Kala itu, Ibnu Battutah mengatakan bahwa kerajaan Samudera Pasai juga memiliki peran yang cukup penting dalam meng-islam-kan Jawa dan Malaka.

Sultan Al-Malik Al-Zahir adalah seorang pecinta teologi serta senantiasa memerangi orang kafir dan menjadikannya untuk memeluk agama Islam.

Basis perekonomian Kerajaan Samudera Pasai ini lebih tertuju ke pelayaran dan perdagangan sehingga terlihat sebagai kerajaan yang makmur.

Salah satu alasan disebut sebagai kerajaan yang makmur adalah karena dilihat dari segi geografis dan perekonomian pada waktu itu kerajaan ini merupakan daerah penghubung antara pusat perdagangan yang ada di salah satu kepulauan di Indonesia, India, Cina dan Arab.

Sumber kedua ini juga menyebutkan bahwa Kerajaan Samudera Pasai telah dikalahkan oleh Kerajaan Majapahit sehingga menjadi bagian dari kerajaan tersebut.

Namun sebelum tentara Majapahit pergi meninggalkan Samudera Pasai untuk kembali ke Jawa, para pembesar Majapahit akhirnya bersepakat untuk mengangkat salah seorang raja dari bangsawan Pasai yang dipilih dan dipercaya mampu memerintah kerajaan.

Adapun raja yang ditunjuk adalah Ratu Nurullah atau Malikah Nurullah binti Sultan Al-Malik Al-Zahir.

Sedangkan Ratu Nurullah mangkat pada tahun 1380 M, bertepatan dengan masa pemerintahan Kerajaan Majapahit pada kala itu dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk.

Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, Majapahit sedang dalam puncak kejayaannya, hal ini karena dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada.

Raja-Raja yang Memerintah Kerajaan Samudera Pasai

Beberapa raja pernah menduduki singgasana tertinggi di Kerajaan Samudera Pasai, diantaranya adalah:

  1. Sultan Al-Malik Al-Saleh. Beliau di daulat sebagai raja pertama Kerajaan Samudera Pasai yang memerintah pada tahun 1297 M.
  2. Muhammad Malik Al-Zahir, menjadi raja kedua Kerajaan Samudera Pasai, dimulai pada tahun 1297-1326 M.
  3. Muhammad Malik Al-Zahir II, menjadi raja ketiga dimulai pada tahun 1326-1345 M.
  4. Manshur Malik Al-Zahir, adalah seorang raja yang memerintah Kerajaan Samudera Pasai pada tahun 1345 M.
  5. Ahmad Malik Al-Zahir, Raja Kerajaan Samudera Pasai di tahun 1345-1383 M.
  6. Zainal Abidin Malik Al-Zahir, menjadi raja Kerajaan Samudera Pasai selanjutnya, tepatnya di tahun 1383-1405 M.
  7. Nahrasiyah di tahun 1405-?.
  8. Abu Zaid Malik Al-Zahir, menjadi raja Kerajaan Samudera Pasai dimulai pada tahun ?-1455 M.
  9. Mahmud Malik Al-Zahir, di daulat menjadi raja pada tahun 1455-1477 M.
  10. Zainal Abidin, menduduki singgasana raja Kerajaan Samudera Pasai dimulai pada tahun 1477-1500 M.
  11. Abdullah Malik Al-Zahir, raja Kerajaan Samudera Pasai dari tahun 1501-1513 M.
  12. Zainal Abidin, menjadi raja terakhir yang memerintah Kerajaan Samudera Pasai, tepatnya pada tahun 1513-1524 M.

Di masa raja terakhir, tepatnya pada tahun 1521 M, Samudera Pasai dikuasai Portugis selama 3 tahun. Pada tahun 1524 M, penguasaan Kerajaan Islam Samudera Pasai ini digantikan dengan Kerajaan Aceh Darussalam.

3. Kerajaan Malaka

Kerajaan Islam di Sumatera
Sumber Gambar: 4.bp.blogspot.com

Berdasarkan sejarah melayu, terdapat seseorang yang Parameswara. Parameswara adalah seorang keturunan dari Sang Nila Utama (anak Sang Sapurba) dari Kota Palembang yang kemudian dinikahkan dengan Sri Beni Putri.

Sri Beni merupakan permaisuri dari Iskandar Syah ratu Bintan yang sebelumnya hijrah ke Tumasik hingga diangkat  sebagai raja bergelar Tribuwana.

Di masa kekuasaan Parameswara ini, datanglah serangan dari Majapahit yang menjadikan rajanya tersudut dan akhirnya melarikan diri ke Semenanjung Melayu (Trengganu).

Beliau hidup disana sekaligus mendirikan sebuah kerajaan yang diberi nama Kerajaan Malaka. Sekitar tahun 1400 M dan sesudah masuk Islam, beliau memiliki gelar Megat Iskandar Syah, meninggal pada tahun 1424 M.

Sepeninggal beliau, digantikan oleh Sultan Muhammad Syah (1414-1444 M) dan digantikan kembali oleh Sultan Mahmud (1511 M), kemudian Malaka jatuh ke tangan Portugis.

Hingga akhirnya beliau mengungsi ke Pahang dan tinggal di Muara Pulau Bintan. Berawal dari sini beliau terus berusaha untuk melakukan serangan balik ke Malaka namun selalu gagal.

Tepatnya pada bulan Oktober 1512, terjadilah serangan terhadap Bintan oleh tentara Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque. Namun pertahanan Bintan terlalu kuat sehingga mengakibatkan Albuquerque mengalami kekalahan.

Penyerangan dari Portugis selanjutnya terjadi pada tahun 1523 yang dipimpin oleh Henriquez dan di tahun 1524 dimana pemimpinnya adalah De Souza, dua penyerangan beruntun tersebut juga mengalami kekalahan.

Namun naas, pada tahun 1525 M, Bintan berhasil dikalahkan oleh Portugis setelah sebelumnya bersekutu dengan Lingga hingga pada akhirnya Sultan Mahmud mengungsi ke Johor.

Meskipun demikian, Sultan Mahmud selalu berusaha untuk dapat kembali merebut Malaka dari tangan Portugis, namun sampai ajal menjemput, usahanya tidak pernah berhasil.

Sampai pada akhirnya, karena usaha putranya, Kerajaan Melayu sukses dilanjutkan dan menjadikan Johor sebagai pusatnya. Berstatus sebagai Sultan Johor pertama, beliau menggunakan gelar Sultan Alaudin Riayat Syah II (1528-1564 M).

Akan tetapi pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim (1677-1685 M), pusat kerajaan dipindahkan ke Bintan pada tahun 1678 M.

4. Kerajaan Aceh Darussalam

Kerajaan Islam di Sumatera
Sumber Gambar: upload.wikimedia.org

Tepat pada akhir abad ke-15, arus penjajahan barat ke timur terbilang sangat ramai, khususnya penjajahan barat, yaitu Kristen dari barat terhadap timur Islam.

Diantara bangsa Eropa Kristen yang saat itu sangat berambisi untuk menjajah bumi Nusantara adalah Portugis. Setelah mereka menguasai Goa di India, target selanjutnya adalah Malaka.

Hingga kemudian Malaka dikuasai oleh Portugis pada tahun 1511. Sesudah Malaka jatuh, kemudian Portugis mengatur rencana tahap demi tahap.

Beberapa langkah/cara yang diambil adalah dengan mengirim kaki tangannya ke daerah pesisir utara Sumatra dengan maksud untuk memicu kekacauan dan juga perpecahan sehingga diharapkan dapat memicu perang saudara.

Langkah kedua adalah Portugis bersiasat untuk langsung melakukan penyerangan dan seterusnya menetap serta memaksa raja yang sudah menyerah untuk menandatangani kontrak pemberian hak monopoli dagang.

Sejarah Kerajaan Aceh Darussalam

Sampai pada akhirnya Portugis berhasil memaksa raja-raja dari Kerajaan Islam Jaya, Samudera Pasai dan Islam Pidie untuk menandatangani persetujuannya. Hal itu terjadi menjelang akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16.

Berawal dari situ, muncullah seorang tokoh yang berusaha untuk mempersatukan 6 kerajaan Islam seperti Perlak, Samudera Pasai, Pidie, Indra Purba, Tamiang dan Indra Jaya.

Bertepatan pada tahun 1514, Ali Mughayat Syah dilantik sebagai Sultan (1514-1530 M) dengan nama kerajaannya yaitu Kerajaan Aceh Darussalam.

Wilayah kerajaan ini meliputi Aru sampai Pacu di pantai utara dan Jaya sampai ke Barus di pantai barat dengan ibu kotanya adalah Banda Aceh Darussalam.

Beliau selalu menetapkan satu tekad yang kuat untuk mengusir penjajah Portugis dari Sumatra Utara hingga terjadilah beberapa pertempuran dengan tentara Portugis. Pertempuran-pertempuran ini terjadi pada tahun 1521, 1526, 1528 dan 1542 M.

Akhirnya tentara Portugis berhasil ditaklukkan melalui beberapa pertempuran di berbagai daerah. Sultan Ali Mughayat pada akhirnya meninggal pada hari Selasa, bertepatan dengan tanggal 12 Dzulhijjah 936 H/7 Agustus 1530 M.

Setelah membangun pondasi yang cukup kuat untuk kerajaan Aceh Darussalam, beliau juga menciptakan bendera kerajaan yang diberi nama Alam Zulfiqaar (bendera cap pedang) berwarna merah darah dengan pedang berwarna putih.

Kerajaan Aceh Darussalam mengalami masa puncak pada kepemimpinan Sultan Ali Mughayat Syah, Sultan Alaiddin Riayat Syah II, Sultan Iskandar Muda Darmawangsa Perkasa Alam Syah dan Sultan Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan.

Terhitung setelah sepeninggalan raja-raja tersebut, kerajaan ini mengalami masa suram yang terjadi secara terus menerus. Sementara itu, kerajaan ini menjadikan Islam sebagai landasan dasar negara.

Tercatat, terdapat sekitar 31 raja yang pernah memerintah dimana raja terakhirnya adalah Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah (1870-1904 M).

Nah, itulah pembahasan mengenai sejarah kerajaan Islam di Sumatera. Sebagai bangsa Indonesia, terutama kita yang beragama Islam, maka dengan mengetahui sejarah Islam di masa lampau merupakan suatu hal yang wajib untuk diketahui.

Karena bagaimanapun juga, Islam tidak akan berkembang sampai hari ini jika tanpa adanya kerajaan-kerajaan Islam baik itu kerajaan Islam di Sumatera atau di daerah lain di Indonesia.

Leave a Reply