Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan yang terletak di Bumi Mataram atau tepatnya di tiga wilayah yaitu Kedu, Yogyakarta dan Surakarta Jawa Tengah.

Daerah ini merupakan wilayah yang sangat subur karena berada di tengah-tengah gunung Sindoro, Sumbing, Perahu, Merbabu, Merapi, Lawu dan juga pegunungan Sewu. Selain itu, kerajaan ini juga disebut dengan nama Kerajaan Medang dan merupakan sebuah kerajaan agraris.

Pada saat masih berdiri, kerajaan ini pernah diperintah oleh tiga dinasti, yaitu Dinasti Sanjaya (menganut agama Hindu), Dinasti Syailendra (menganut agama Buddha) dan Dinasti Isana.

Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno
Sumber Gambar: https://id.wikipedia.org/wiki/Medang

Kerajaan ini terletak di wilayah aliran sungai Bogowonto, Progo, Elo dan Bengawan Solo, Jawa Tengah. Namun lokasi kerajaan ini juga sempat berpindah-pindah karena faktor yang disebabkan oleh bencana alam.

Sementara itu, agama yang dianut oleh rakyatnya adalah Hindu Siwa yang kemudian berganti menjadi Buddha Mahayana.

Berdasarkan sejarah, kerajaan ini tercatat pernah menaklukkan tiga dinasti yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra dan Wangsa Isana. Berdirinya kerajaan ini juga sekaligus sebagai penerus tahta dari Kerajaan Kalingga.

Pendiri Kerajaan Mataram Kuno

Adapun orang yang mendirikan kerajaan ini adalah Sanjaya, yang mana ia juga sebagai pendiri dari Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu. Setelah Sanjaya tutup usia, posisinya ini kemudian diteruskan oleh Rakai Panangkaran.

Nah, pada masa kepemimpinannya ini, agama yang dianut berpindah dari yang semula adalah agama Hindu berubah menjadi Buddha Mahayana.

Silsilah Raja Mataram Kuno

Setidaknya terdapat 16 raja yang pernah menduduki tahta tertinggi di Kerajaan Medang, di antaranya adalah:

Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya

Penguasa pertama adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya yang memerintah dalam kurun waktu sekitar 29 tahun, tepatnya dimulai pada tahun 717-746 Masehi.

Pada masa kekuasaannya ini, tercatat sudah berdiri kerajaan lain yang berkuasa di Pulau Jawa, yaitu Sana yang merupakan saudara dari sang ibunda Ratu.

Sri Maharaja Rakai Panangkaran Dyah Pancapana

Raja selanjutnya adalah bergelar Sri Maharaja Rakai Panangkaran Dyah Pancapana yang berkuasa pada abad ke-770 Masehi. Nah, pada masanya ini tercatat bahwa ia telah mampu membangun sebuah candi yang saat ini dikenal dengan nama Candi Kalasan.

Dharanindra atau Indra

Penerus selanjutnya adalah Dharanindra atau Indra yang merupakan Wangsa Syailendra serta berkuasa atas Kerajaan Medang dan Kerajaan Sriwijaya, tepatnya pada abad ke-782 Masehi.

Dalam prasasti yang ditemukan, tercatat bahwa mulai dari semenanjung Malaya hingga ke daratan Indocina pernah berhasil ia taklukkan. Karena jasanya ini, ia diberi julukan sebagai penumpas musuh-musuh atau Wairiwarawiramardana.

Sri Maharaja Rakai Warak

Nama asli dari Sri Maharaja Rakai Warak adalah Samaragrawira yang di daulat sebagai penguasa keempat di kerajaan ini dan juga menguasai Kerajaan Sriwijaya.

Kekuasaannya dimulai pada abad ke-802 Masehi. Samaragrawira merupakan putra dari raja sebelumnya yang diberi julukan Wairiwarawiramardana.

Rakai Garung

Penguasa kelima dari kerajaan ini adalah Rakai Garung yang merupakan wangsa Sanjaya. Ia berkuasa antara abad ke-828-847 Masehi. Dalam salah satu prasasati yang ditemukan, ia bersama Partapan Pu Palar melakukan upacara Sima.

Sri Maharaja Rakai Pikatan Mpu Manuku

Sri Maharaja Rakai Pikatan Mpu Manuku adalah raja keenam yang berkuasa sekitar abad ke-840-856 Masehi. Pada masa kepemimpinannya, ia berhasil membuat bangunan suci Siwaghara atau kini lebih dikenal sebagai Candi Siwa.

Bukan hanya itu, sang raja juga mendapat gelar Jatiningrat tepatnya di masa-masa pemerintahannya yaitu pada tahun 856 Masehi. Setelah itu, kekuasaannya diwariskan kepada anak terakhirnya yang bernama Dyah Lokapala.

Sri Maharaja Rakai Kayuwangi

Dyah Lokapala atau Sri Maharaja Rakai Kayuwangi adalah putra terakhir dari raja sebelumnya yang bergelar Sri Maharaja Rakai Pikatan Mpu Manuku. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi mulai memimpin sejak 856-889-an Masehi.

Sri Maharaja Rakai Watuhumalang

Mahkota kerajaan setelahnya dilanjutkan oleh Sri Maharaja Rakai Watuhumalang di abad ke-890-an Masehi. Meski tidak terdapat prasasti yang mencantumkan namanya, namun ia adalah menantu dari Rakai Pikatan dan juga merupakan saudara tiri dari Maharaja Rakai Kayuwangi.

Sri Maharaja Rakai Watukura

Sri Maharaja Rakai Watukura berkuasa sejak abad ke-899-911 Masehi yang mana pada masa pemerintahannya ini, letak kerajaan berada di Poh Pitu atau Yawapura. Adapun wilayah kekuasaannya meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.

Mpu Daksa

Raja selanjutnya adalah Mpu Daksa, berkuasa sekitar tahun 913-919 Masehi. Mpu Daksa merupakan saudara ipar dari raja sebelumnya, yaitu Sri Maharaja Rakai Watukura.

Hal ini tercatat di dalam beberapa prasasti yang mana dalam prasasti itu tertulis mengenai hubungan kekerabatannya yang sering disandingkan dengan nama istri dari Dyah Balitung.

Sri Maharaja Rakai Layang

Setelah Mpu Daksa meninggal, kepemimpinannya dilanjutkan oleh putrinya yang pada saat menjadi raja diberi gelar Sri Maharaja Rakai Layang. Masa pemerintahannya ini dimulai pada tahun 919-924 Masehi.

Adapun penyebab dari berakhirnya Sri Maharaja Rakai Layang disebabkan oleh kudeta yang dilakukan oleh Dyah Wawa yang dibantu oleh Mpu Sindok. Hal ini diperkuat karena tercatat dalam prasasti.

Sri Maharaja Rakai Sumba

Raja ke-12 dari kerajaan ini adalah putra dari Rakai Kayuwangi sekaligus sepupu Dyah Bumijaya yang diberi gelar Sri Maharaja Rakai Sumba. Masa kekuasaannya dimulai pada abad ke-924-929 Masehi.

Terdapat salah satu prasasti yang mencatat bahwa ia pernah melakukan kudeta, prasasti tersebut bernama Prasasti Sangguran.

Mpu Sindok

Mpu Sindok adalah raja ke-13 yang tercatat dalam sejarah periode Jawa Timur yang mana ia memerintah pada tahun 929-947 Masehi.

Sri Isyana Tunggawijaya

Kerajaan ini selanjutnya dipimpin oleh seorang ratu yang bernama Sri Isyana Tunggawijaya. Berkuasa sekitar abad ke-947 Masehi dan memimpin bersama suaminya yaitu Sri Lokapala.

Sri Makutawangsawardhana

Raja di kerajaan ini selanjutnya dipimpin oleh Sri Makutawangsawardhana yang berkuasa sebelum abad ke-990 Masehi.

Beliau merupakan putra dari ratu ke-14. Adapun masa yang kepemimpinannya ini tidak diketahui pasti berapa lamanya, namun yang pasti ia memiliki seorang putri yang bernama Mahendradatta.

Sri Maharaja Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa

Raja ke-16 atau raja terakhir dari Kerajaan Medang adalah Sri Maharaja Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa yang berkuasa sejak abad ke-991-1016 Masehi. Berdasarkan catatan sejarah, ia menikahkan putrinya dengan Airlangga.

Namun setelah itu terjadi serangan mendadak dari Kerajaan Lwaram atas bantuan dari Kerajaan Sriwijaya yang mengakibatkan Kerajaan Medang akhirnya runtuh dan kemudian lahir kerajaan baru yang mana Airlangga dijadikan sebagai raja pertamanya.

Baca Juga: Sejarah Kerajaan Samudera Pasai

Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno
Sumber Gambar: www.yuksinau.id

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno adalah akibat dari bencana alam dan ancaman dari musuh yaitu Kerajaan Sriwijaya.

Selain itu, terjadi juga perpecahan di dalam Kerajaan Medang, perpecahan ini terjadi tak lama setelah Samaratungga tutup usia. Kemudian anak dari Samaratungga dengan Dewi Tara yang bernama Balaputradewa bersikap menentang terhadap Pikatan (pewaris tahta).

Sampai pada akhirnya pertentangan itu mengakibatjan perang untuk memperebutkan kekuasaan antara Pikatan dengan Balaputradewa. Dalam perang inilah, Balaputradewa sempat membuat benteng pertahanan yang terletak di perbukitan di sebelah selatan Prambanan.

Benteng ini sekarang dikenal dengan nama Candi Boko. Meski telah membuat benteng pertahanan, namun pada akhirnya Balaputradewa kalah dan terdesak sehingga ia melarikan diri ke Sumatra yang kemudian Balaputradewa menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya.

Pertentangan yang terjadi antara keluarga Mataram yang disebabkan oleh Balaputradewa dengan Pikatan terus berlangsung hingga masa pemerintahan Mpu Sinduk.

Bukan hanya itu, Kerajaan Sriwijaya tak henti menyerang Kerajaan Medang yang membuat Mpu Sindok terpaksa memindahkan ibu kota dari Medang ke Daha (Jawa Timur).

Setelah memindahkan pusat kota, Mpu Sindok akhirnya mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isyanawangsa.

Perselisihan atau pertikaian baru berhenti pada masa pemerintahan Airlangga yang pernah membantu Sriwijaya ketika mendapatkan serangan dari Kerajaan Colamandala dari India.

Di tahun 1037 Masehi, Airlangga pada akhirnya berhasil mempersatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawanga. Daerah-daerah ini meliputi seluruh wilayah di Jawa Timur.

Namun pada tahun 1042 Masehi Airlangga memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai raja Kerajaan Medang dan memilih hidup sebagai petapa dengan nama Resi Gentayu (Djatinindra).

Setelah mengundurkan diri, Airlangga kemudian memerintahkan Mpu Bharada untuk membagi Kerajaan Mataram Kuno menjadi dua bagian yaitu Kerajaan Kediri dan Janggala. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya perang saudara di antara kedua putranya yang lahir dari selir.

Prasasti Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno
Sumber Gambar: upload.wikimedia.org

Kerajaan Medang menjadi salah satu kerajaan terbesar yang pernah berdiri di Nusantara. Hal ini diperkuat dengan banyaknya peninggalan-peninggalan sejarah yang ditemukan.

Peninggalan-peninggalan ini berupa prasasti. Diantaranya adalah:

Prasasti Sojomerto

Prasasti tertua adalah Prasasti Sojomerto. Diperkirakan, prasasti ini sudah ada sejak abad ke-7 Masehi. Karena ditemukan di desa Sojomerto kabupaten Pekalongan, maka prasasti ini diberi nama Prasasti Sojomerto.

Mengenai isi dari prasasti ini adalah penjelasan bahwasanya Syailendra merupakan penganut agama Buddha.

Prasasti Canggal

Prasasti Canggal (732 M) berbentuk Candrasangkala dan ditemukan di Gunung Wukir, desa Canggal. Berbeda dengan Prasasti Sojomerto, Prasasti Canggal berisi tentang peringatan pembuatan lingga di Desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya.

Prasasti Kalasan

Prasasti Kalasan (778 M) memiliki bentuk tulisan yang menggunakan huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa sansekerta serta ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta.

Mengenai isi dari prasasti ini adalah tentang kabar Raja Syailendra yang berusaha membujuk Rakai Panangkaran untuk mendirikan bangunan suci yang diperuntukkan untuk Dewi Tara. Bangunan suci ini nantinya akan dijadikan vihara bagi para pendeta Buddha.

Prasasti Kelurak

Prasasti Kelurak (782 M) ditemukan di Desa Prambanan, Klaten. Adapun isinya adalah menceritakan tentang pembangunan arca Manjusri sebagai wujud dari sang Buddha, Dewa Wisnu dan Sanggha.

Bukan hanya menceritakan tentang pembangunan arca Manjusri, prasasti ini juga menyebut bahwa Raja Indra atau Sri Sanggramadananjaya merupakan seorang raja yang berkuasa pada masa itu. Prasasti Kelurak ditulis menggunakan huruf Pranagari serta menggunakan bahasa Sansekerta.

Prasasti Ratu Boko

Berbeda dengan Prasasti Kelurak, Prasasti Ratu Boko (856 M) menceritakan mengenai kekalahan Balaputradewa dalam kudeta atau perang melawan kakaknya, yaitu Rakai Pikatan Pramodhawardani guna merebut kekuasaannya.

Prasasti Mantyasih

Terakhir adalah Prasasti Mantyasih (907 M), ditemukan di Mantyasih, Kedu, Jawa Tengah. Mengenai isi dari prasasti ini adalah tentang silsilah raja-raja Mataram yang mendahului Bality.

Raja-raja tersebut adalah Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Warak, Rakai Panunggalan, Rakai Garung, Rakai Watuhmalang, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi dan yang terakhir adalah Rakai Dyah Balitung.

Baca Juga: Sejarah Kerajaan Pajang

Candi Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno
Sumber Gambar:3.bp.blogspot.com

Bukan hanya prasasti, kerajaan ini juga tercatat meninggalkan banyak candi yang tersebar di berbagai daerah di Pulau Jawa. Candi-candi yang dimaksud adalah:

Candi Arjuna

Candi Arjuna berbentuk mirip dengan candi yang terdapat di kopleks Gedong Songo yang mana bangunannya berbentuk persegi dengan luas sekitar 4 m².

Candi Bima

Letak daripada Candi Bima masih berdekatan dengan Candi Arjuna, tepatnya berada di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah yang masuk ke wilayah percandian paling selatan.

Adapun bentuk dari candi ini terbilang cukup unik karena memiliki kemiripan arsitektur dengan beberapa candi yang terdapat di India. Pada bagian atapnya hampir sama dengan shikara serta memiliki bentuk yang mirip seperti mangkuk terbalik.

Pada bagian atasnya juga ditemukan relung dan relief kepala yang disebut kudu.

Candi Borobudur

Peninggalan Kerajaan Medang berupa candi selanjutnya adalah Candi Borobudur. Candi ini merupakan salah satu candi yang paling terkenal di dunia, bahkan masuk ke dalam 7 keajaiban dunia yang terletak di Magelang, Jawa Tengah.

Bukan hanya itu, Candi Borobudur juga menjadi candi Buddha terbesar di dunia.

Candi Gatotkaca

Kawasan Dataran Tinggi Dieng terdapat kompleks percandian yang mana di dalamnya terdapat Candi Gatotkaca. Tepatnya adalah di sebelah kompleks Candi Arjuna, di tepi jalan menuju Candi Bima.

Candi Gatotkaca merupakan candi bercorak Hindu. Adapun penamaan Gatotkaca sendiri diambil dari tokoh pewayangan yang terdapat di cerita Mahabarata.

Candi Mendut

Candi Mendut adalah candi bercorak Buddha yang dibangun sejak Kerajaan Medang dipimpin oleh Raja Idna dari Dinasti Syailendra. Sama seperti halnya Candi Borobudur, Candi Mendut juga terletak di Magelang, Jawa Tengah.

Candi Pawon

Bukan hanya Candi Borobudur dan Candi Mendut saja yang terletak di Magelang, Candi Pawon juga terletak di Magelang, Jawa Tengah. Adapun Candi Pawon terlihat berada dalam satu garis lurus dengan kedua candi tersebut.

Candi Puntadewa

Candi ini terletak di kompleks percandian Candi Arjuna, Dieng, Jawa Tengah. Sementara itu, bangunan Candi Puntadewa memiliki ukuran yang kecil namun tinggi.

Candi Semar

Masih di kawasan kompleks Candi Arjuna, terdapat pula Candi Semar yang berada tepat di hadapan Candi Arjuna yang mana berbentuk segi empat dan membujur ke arah utara-selatan.

Itulah pembahasan lengkap tentang sejarah Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang. Karena terletak di antara pegunungan, maka kehidupan ekonomi masyarakatnya mengandalkan sektor pertanian dan juga perkebunan sebagai roda perekonomian utamanya.

Leave a Reply